Pandai Sikek
Wednesday, September 19, 2012
0
comments
Tidak ada sejarah yang pasti tentang kapan tenun songket mulai
dikembangkan di Minangkabau atau di Pandai Sikek. Akan tetapi kepandaian
menenun tetuntulah sudah dibawa oleh nenek moyang kita bangsa
Austronesia atau yang disebut juga Malayo-Polynesia, dari Tanah Asal,
ketika terjadi migrasi besar-besaran penduduk dari daratan Asia ke arah
selatan dan timur beberapa ribu tahun yang lalu, bersamaan dengan segala
kepandaian yang esensial untuk kehidupan, seperti kepandaian bercocok
tanam, kepandaian membuat dan menggunakan alat-alat pertanian dan
pertukangan dan senjata, dan sebagainya. Sesuai dengan fitrah manusia,
kepandaian dasar pertukangan tentu mengalami pengkayaan estetika
sehingga menjadi apa yang sekarang dikenal dengan istilah kerajinan, dan
kemudian menjadi seni. Hal ini sejalan dengan perkembangan di bidang
ekpresi lainnya seperti seni gerak, seni suara dan seni pementasan.
Sebagai warisan demikian, tenun bisa dikatakan sama umurnya dengan
stelsel matrilinial orang Minang, terukaan sawah di Luhak nan Tigo, dan
budaya lisan Kato Pusako pepatah petitih.
Di sini juga kita menemukan kesamaan rumpun Austronesia pada kain tenun
Sumatra pada umumnya dengan seluruh kain tenun Nusantara hingga ke Sumba
dan Timor, juga dengan tenunan La Na di Thailand utara dan Laos. Rumpun
ini akan memecah nanti di lihat dari segi kahalusan motif setelah
masuknya kebudayaan India dan Cina dari utara. Akan tetapi kesamaannya
beretahan di segi peralatan tenun dan teknik bertenun.
Beberapa ratus tahun yang lalu, di hulu sungai Batanghari, yang disebut
Sungai Dareh, berkembang suatu pemukiman dan pusat perdagangan yang
makmur. Penduduk dari daerah yang sekarang disebut Alam Surambi Sungai
Pagu, dan dari daerah-daerah yang lebih ke utara lagi, datang ke tempat
ini untuk menjual hasil-hasil alam berupa rempah-rempah dan emas. Daerah
ini dikunjungi pula oleh pedagang-pedagang yang datang dari seberang
laut, dari India dan Cina. Kaum wanita di daerah ini memakai pakaian
yang lebih cantik bagi ukuran masa itu, istilah sekarang: lebih
fashionable.
Daerah ini kemudian terkenal dengan nama kerajaan Darmasyraya. Inilah
cikla-bakal kebudayaan Melayu. Bertahun-tahun daerah ini menjadi titik
pertemuan ekonomi dan budaya antara kebudayaan-kebudayan yang sudah
lebih kaya dan maju di utara, Cina, Mongol dan India, dengan budaya
lokal. Dalam kurun beberapa puluh tahun itu, atau mungkin sampai dua
ratus tahun, setalah mengalami pergantian raja-raja dan penguasa,
penduduknya menyerap banyak ilmu dan teknologi dari bangsa asing,
disamping kemajuan bidang ekonomi dan politik yang memperkaya dan
meningkatkan mutu kebudayaan lokal. Diantara kemajuan yang dialami
adalah dalam bidang pakaian dan teknik bertenun, beserta pengkayaan
corak motif dan bahan-bahan yang dapat dipergunakan.
Kalau sebelumnya, sesuai dengan perkembangan masyarakat, orang membuat
pakaian dari benang yang dibuat dari bahan-bahan yang tersedia di tempat
pemukiman mereka, seperti serat kulit pohon, dengan perkembangan
perdagangan orang-orang India memperkenalkan bahan dari serat kapas dan
linen, juga benang yang disalut dengan lempengan emas tipis. Pedagang
Cina membawa benang sutra yang berasal dari kepompong ulat sutra, juga
benang yang dibungkus dengan emas kertas kemudian dikenal dengan nama
emas prada sehingga bisa diperkirakan bahwa pedangang India pun banyak
memperdagangkan bahan tersbut.
Pada tahun 1347 Adityawarman memindahkan pusat kerajaan dan kebudayaan
Melayu dari Darmasyraya ke Pagaruruyung, dan kawasan di sekitar gunung
Merapi dan Gunung Singgalang yang pada waktu itu terdiri dari Luhak nan
Tigo dan Rantaunya yang Tujuh Jurai, menjadi terkenal sebagai Alam
Minangkabau, dengan beberapa pusat pemerintahan yang tersebar di
Pariangan, Sungai Tarok, Limo Kaum, Pagaruryung, Batipuh, Sumanik,
Saruaso, Buo, Biaro, Payakumbuh, dan lain-lain.
Alam Minangkabau dengan falsafah alam yang dianut masyrakatnya, alur dan
patut serta alam takambang jadi guru, sangat memberi peluang bagi
tumbuh dan berkembangya kebudayaan dan kesenian dengan pengkayaan dari
unsur-unsur budaya asing. Susunan masyarakat yang bersuku-suku eksogami
dan, yang lebih utama lagi, aturan sumando manyumando, telah
mengeliminir konflik antar kelompok sehingga kedamaian dapat terwujud
dalam jangka waktu yang panjang dan memberi kesempatan bagi anak nagari
untuk memperlajari dan memperhalus ilmu-ilmu dan keterampilan termasuk
keterampilan bertenun.
Daerah Batipuh, sebagai salah satu pusat pemerintahan, kedudukan Tuan
Gadang Batipuh sebagai Harimau Campo Koto Piliang, dapat diduga menjadi
salah satu daerah yang amat penting pada masa kejayaan Minangkabau
dahulu, bersama daerah-daerah lain yang tersebut diatas. Sejalan dengan
keadaan itu, masyarakatnya tentu mandapat kesempatan yang lebih banyak
pula untuk melakukan kegiatan ekonomi dan budaya termasuk keterampilan
tenun sehingga mutu dan corak kain tenun semakin tinggi dan halus.
Gadis-gadis menenun kain sarung dan tingkuluk dengan benang emas untuk
dipakai ketika mereka menikah, dan perempuan lainnya menenun kain untuk
dijual.
Adat istiadat di Minangkabau mendorong kegiatan bertenun ini lebih jauh
lagi karena pada setiap kesempatan upacara adat, kain tenun selalu wajib
dipakai dan dihadirkan. Kata-kata adat dinukilkan di dalam nama-nama
motif sehingga menjadi buah bibir dan diucapkan setiap saat. Kain tenun
menjadi pakaian raja-raja, datuk-datuk dan puti-puti. Dimasa inilah,
dimasa kejayaan Turki Usmani dan Asia Tengah, pada puncak kebesaran
Dinasti Mongol di India ketika Sultan Akbar, 1556-1605 sangat memajukan
seni dan ilmu pengetahuan, pada masa kejayaan Dinasti Ming dan Manchu di
Cina: ketika itu pertukaran perdangangan dan budaya sedang sangat pesat
dan melibatkan Minangkabau sebagai suatu kawasan yang menjadi lintasan
perdagangan dan juga negri yang mempunyai komoditi dagang yang penting
yaitu rempah-rempah dan emas, seni menenun kain dangan sutra dan benang
emas di Sumatra, bersamaan dengan suji dan sulaman pun mencapai puncak
kemajuannya dan menemukan ciri khasnya tersendiri.
Hampir semua pelosok Minangkabau, dari Luhak sampai ke rantau, mempunyai
pusat-pusat kerajinan tenun, suji dan sulaman. Masing-masih
mengembangkan corak dan ciri-cirinya sendiri, hal yang sangat dikuasai
oleh para pedagang barang antik dan kolektor. Beberapa nagari yang
terkenal sekali dengan kain tenununya dan sangat produktif pada masa itu
adalah Koto Gadang, Sungayang, dan Pitalah di Batipuh, dan nagari yang
melanjutkan tradisi warisan menenun hari ini adalah nagari yang termasuk
Batipuh Sapuluh Koto juga yaitu Pandai Sikek.
Motif-motif kain tenun Pandai Sikek selalu diambil dari contoh kain-kain
tua yang masih tersimpan dengan baik dan sering dipakai sebagai pakain
pada upacara-upacara adat dan untuk fungsi lain dalam lingkup upacara
adat, misalnya sebagai “tando,†dan juga dipajang atau digelar pada
waktu batagak rumah.
Sulit mengatakan siapa yang dapat dikatakan sebagai master tenun hari
ini; tetapi diantara ahli tenun yang terkenal pada generasi sebelum kita
ada nama-nama Sari Bentan, Namun, Salamah di Baruah; Nuriah, Ipah,
Pasah, Nyiah dan Jalisah di Tanjung.
Ada belasan orang master tenun di Pandai Sikek pada zaman itu. Akan
tetap kira-kira seratus tahun yang lalu diyakin beberapa wanita Pandai
Sikek sangat aktif dibidang usaha dan kerajinan menenuni ini sehingga
nama julukan mereka yang terambil dari peralatan tenun lebih dikenal
sampai sekarang. Diantaranya, dikenal nama-nama Inyiak Makau di
Tanjuang, Inyiak Suri di Koto Tinggi, Inyiak Banang, dan Inyiak Karok.
Pandai Sikek, sebagai “center of excellece†di bidang tenun songket
waktu itu, tentu wanita-wanitanya sudah mengerjakan juga berdasarkan
permintaan tenunan yang khas dari daerah-daerah lain seperti dari
Pitalah di Batipuah, Koto Gadang di Agam dan dari Sungayang dengan corak
benang dan motif yang spesifik dengan daerah tersebut, dan dikenal
sampai sekarang sebagai motif-motif Sungayang, motif Koto Gadang dan
lain-lain.(pandaisikek.net)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Pandai Sikek
Ditulis oleh Ferry Setia Budi
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://batang-agam.blogspot.com/2012/09/pandai-sikek.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Ferry Setia Budi
Rating Blog 5 dari 5
0 comments:
Post a Comment