Dasar Pokok Adat Minangkabau
Wednesday, September 19, 2012
2
comments
DASAr POKOK ADAT MINANGKABAU 1. Ciri dan Adat Orang Minang
1. Aman dan Damai
Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan,sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.
Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu,kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.
Tujuan hidup itu adalah:
Dengan adanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.
2. Masyarakat nan “Sakato”
Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan.
Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat.
Yang dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas.
Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang yang akan dapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wahana) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Suatu Baldatun Taiyibatun Wa Robbun Gafuur.
Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.
3. Unsur-unsur Masyarakat nan sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat.
Keempat unsur itu adalah:
a. Saiyo Sakato
Menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain
dengan pepatah “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain”.
Perbedaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan terselasaikan.
Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga gepeng atau picak (melalui voting).
Adat Minang tidak mengenal istilah “Sepakat untuk tidak se-Mufakat”. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar kita tetap utuh dan tetap satu.
Setiap individu Minang disarankan untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya. Adat Minang tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi.
Dengan demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan “kebersamaan” kendatipun menyangkut urusan pribadi.
Kendatipun seorang individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai rang-orang Minang.
Adat Minang sangat mendambakan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.
Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk mengatasinya.
Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk.
Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan.
b. Sahino Samalu
Kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.
Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku.
Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.
c. Anggo Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.
Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan. Dengan demikian ketertiban dan ketentraman akan selalu terjaga.
d. Sapikua Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.
Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia
1. Aman dan Damai
Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan,sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.
Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu,kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.
Tujuan hidup itu adalah:
BUMI SANANG PADI MANJADI
TARANAK BAKAMBANG BIAK
Rumusan menurut ada Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang
aman damai makmur ceria dan berkah,seperti diidamkan oleh ajaran Islam
yaitu”Baldatun Taiyibatun wa Robbun Gafuur”. Suatu masyarakat yang aman
damai dan selalu dalam penmgampunan Tuhan.Dengan adanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.
2. Masyarakat nan “Sakato”
Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan.
Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat.
Yang dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas.
Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang yang akan dapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wahana) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Suatu Baldatun Taiyibatun Wa Robbun Gafuur.
Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.
3. Unsur-unsur Masyarakat nan sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat.
Keempat unsur itu adalah:
a. Saiyo Sakato
Menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain
dengan pepatah “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain”.
Perbedaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan terselasaikan.
Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga gepeng atau picak (melalui voting).
Adat Minang tidak mengenal istilah “Sepakat untuk tidak se-Mufakat”. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar kita tetap utuh dan tetap satu.
Setiap individu Minang disarankan untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya. Adat Minang tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi.
Dengan demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan “kebersamaan” kendatipun menyangkut urusan pribadi.
Kendatipun seorang individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai rang-orang Minang.
Adat Minang sangat mendambakan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.
Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk mengatasinya.
Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk.
Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan.
b. Sahino Samalu
Kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.
Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku.
Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.
c. Anggo Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.
Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan. Dengan demikian ketertiban dan ketentraman akan selalu terjaga.
d. Sapikua Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.
Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.
BUMI SANANG PADI MANJADI
PADI MASAK JAGUNG MAUPIA
ANAK BUAH SANANG SANTOSA
TARANAK BAKAMBANG BIAK
BAPAK KAYO MANDE BATUAH
MAMAK DISAMBAH URANG PULO
2. Nilai-nilai Dasar Adat Minangkabau
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia
.1. Pandangan Terhadap Hidup
Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah :
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau
Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif.
2. Pandangan Terhadap Kerja
Sejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:
Kayu hutan bukan andaleh Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuek ka lamari Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan barani bapaneh Tahan hujan berani berpanas
Baitu urang mancari rasaki Begitu orang mencari rezeki
Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.
Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang mengatakan orang harus bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok.
3. Pandangan Terhadap Waktu
Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk maksud yang bermakna, sebagaimana dikatakan “Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah”.
Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau. Maliek contoh ka nan sudah. Bila masa lalu tidak menggembirakan dia akan berusaha untuk memperbaikinya. Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarak merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa “bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.
4. Hakekat Pandangan Terhadap Alam
Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.
Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru.
Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat adalah yang tidak lapuak karena hujan dan tak lekang karena panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.
5. Pandangan Terhadap Sesama
Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”.
Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.
Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal. Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.
Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga terdapat kebersamaan. Dikatakan dalam mamangan adat “Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang. Hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan “nan tuo dihormati, samo gadang baok bakawan, nan ketek disayangi”. Kedatangan agama Islam konsep pandangan terhadap sesama dipertegas lagi.
Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilinial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis.
(Sumber : Adat Minangkabau – Sejarah & Budaya)
Minangkabau dibagi atas tiga luhak (daerah).1. Luhak Tanah Datar
Sifatnya : airnya jernih, ikannya jinak, buminya dingin.
Luhak Tanah Datar terbagi kepada 3 bagian yaitu :
Lima Kaum 12 Koto
Sungai Tarab 8 Batur
Batipuh 10 Koto
Yang asal ialah Lima Kaum. Kemudian berkembang menjadi koto dan ada sembilan koto didalamnya. Yang dinamakan 12 koto ialah : Ngungun, Panti, Cubadak, Sipanjang, Pabalutan, Sawah Jauh, Rambatan, Padang Magek, Labuh, Parambahan, Tabek dan Sawah Tangah. Sembilan pula koto didalamnya yakni : Tabek Boto, Galogandang, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukit Gombak, Sungai Ameh, Tanjung Barulak dan Rajo Dani.
Yang masuk Sungai Tarab adalah : Koto Tuo, Pasir Laweh, Koto Panjang, Selo, Sumanik, Patih, Situmbuk, Gurun, Ampalu, Sijangat, Koto Badamping. Kemudian Sungai Tarab dinamai Sungai Tarab Delapan Batur (asalnya atur) yang berekor berkepala, yang berkopak berambai empat dikiri dan empat dikanan.
Tanjung Sungayang membuat pula dusun sekelilingnya : Andalas, Barulak, Talago, Sungai Patai, Sungayang, Sawah Liat, dan Koto Ranah.
Tanjung Sungayang dengan Nan Tujuh Koto dinamai Permata Diatas Emas. Negeri ini dinamai juga bertanjung yang tiga dan berluhak yang tiga. Tanjung yang tiga yaitu dikepalai Tanjung Alam, ditengah Sungayang dan diekornya Tanjung Talawi.
Yang dinamakan Batipuh 10 Koto ialah : Pariangan Padang Panjang, Jaho, Tambangan, Koto Lawas, Pandai Sikek, Sumpur, Malalo, Gunung dan Paninjauan.
Yang menjadi batas luhak Tanah Datar ialah dari mudik mulai Tarung-tarung (Solok) sampai ke hilirnya sehingga Talang Danto (Sijunjung).
2. Luhak Agam
Sifatnya : airnya keruh, ikannya liar dan buminya hangat Luhak Agam memakai adat Koto Piliang dan adat Bodi Caniago. Yang memegang adat Koto Piliang dahulu pemimpinnya Datuk Bandaro Panjang berkedudukan di Biaro. Adat Bodi Caniago dahulu pemimpinnya Datuk Bandaro Kuning tempatnya di Tabek Panjang, Baso.
Yang masuk adat Datuk Ketemanggungan adalah 16 koto terkandung didalamnya yaitu : Sianok, Koto Gadang, Guguk, Tabek Sarojo, Sarik, Sungai Puar, Batagak, Batu Palano, Lambah, Panampung, Biaro, Balai Gurah, Kamang Bukit, Salo, Magek.
Daerah itulah yang dinamakan Ampat Angkat atau empat-empat mereka sama-sama berangkat. Disana tidak ada penghulu yang bergelar pucuk.
Selain dari yang 16 koto itu semuanya beradat Bodi Caniago atau adat Datuk Perpatih nan Sebatang. Yang masuk daerah ini adalah : Kurai, Banuhampu, Lasi, Bukit Batabuh, Kubang Putih, Koto Gadang, Ujung Guguk, Candung, Koto Lawas, Tabek Panjang, Sungai Janiah, Cingkaring, Padang Luar dll. Semua kebesaran dinegeri ini memakai pucuk.
Adapun tapal batas luhak Agam ialah : dari Lada Sula (Koto Baru) sampai kehilirnya Dusun Tinggal (Titi Padang Tarab) tempat empangan air proyek PLTA Batang Agam pada zaman sekarang.
3. Luhak Lima Puluh Kota
Sifatnya : airnya manis sejuk, ikannya jinak dan buminya sejuk
Luhak Lima Puluh Kota terbagi atas 3 jenis daerah : Luhak, ranah dan kelarasan.
Yang dinamakan Luhak ialah pemerintahan laras nan buntar sehingga Simalanggang hilir terus ke Taram. Yang dinamakan ranah yakni pemerintahan Laras Batang Sinamar sehingga Simalanggang mudik dan kehilirnya ranah Tebing Tinggi dan kemudiknya Mungkar. Yang dinamakan laras ialah Laras nan Panjang hingga Taram Hilir kemudiknya Pauh Tinggi.
Yang masuk bagian luhak adalah: Suayan, Sungai Belantik, Sarik Lawas, Tambun Ijuk, Koto Tangah, Batu Hampar, Durian Gadang, Babai, Koto Tinggi, Air Tabit, Sungai Kemuyang Situjuh Bandar Dalam, Limbukan Padang Kerambil, Sicincin dan Aur Kuning, Tiakar, Payobasung, Mungo, Andalas, Taram, Bukit Limbuku, Batu Balang dan Koto nan Gadang.
Yang termasuk ranah ialah Ganting, Koto Lawas, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Talago, Balai Talang, Balai Kubang, Taeh Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuk Batangkap, Tarantang, Sarilamak, Harau, Solok Bio.-bio (Padang Lawas).
Yang dinamakan Laras adalah : Gadut Tebingtinggi, Sitanang Muaro Likin, Halaban dan Ampalu, Surau dan Labuh Gunung.
(Sumber : Minangkabau Tanah Pusaka – Tambo Minangkabau)
Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang beradab.Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Suatu Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur. Suatu masyarakat yang aman dan damai dan selalu dalam lindungan Tuhan.Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak tertentu. Sifat-sifat yang ideal itu menurut adat Minang antaranya sebagai berikut :
Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah :
Gajah mati maninggakan gadieng
Harimau mati maninggakan baling
Manusia mati maninggakan namo
Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan
seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan
segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau
bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak
kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang
materi saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa
hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk
mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku.
Ungkapan adat juga mengatakan “Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo
buku, manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau
Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif.
2. Pandangan Terhadap Kerja
Sejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:
Kayu hutan bukan andaleh Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuek ka lamari Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan barani bapaneh Tahan hujan berani berpanas
Baitu urang mancari rasaki Begitu orang mencari rezeki
Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.
Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang mengatakan orang harus bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok.
3. Pandangan Terhadap Waktu
Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk maksud yang bermakna, sebagaimana dikatakan “Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah”.
Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau. Maliek contoh ka nan sudah. Bila masa lalu tidak menggembirakan dia akan berusaha untuk memperbaikinya. Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarak merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa “bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.
4. Hakekat Pandangan Terhadap Alam
Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.
Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru.
Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat adalah yang tidak lapuak karena hujan dan tak lekang karena panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.
5. Pandangan Terhadap Sesama
Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”.
Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.
Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal. Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.
Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga terdapat kebersamaan. Dikatakan dalam mamangan adat “Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang. Hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan “nan tuo dihormati, samo gadang baok bakawan, nan ketek disayangi”. Kedatangan agama Islam konsep pandangan terhadap sesama dipertegas lagi.
Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilinial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis.
(Sumber : Adat Minangkabau – Sejarah & Budaya)
3. Pembagian Alam Minangkabau
Minangkabau dibagi atas tiga luhak (daerah).1. Luhak Tanah Datar
Sifatnya : airnya jernih, ikannya jinak, buminya dingin.
Luhak Tanah Datar terbagi kepada 3 bagian yaitu :
Lima Kaum 12 Koto
Sungai Tarab 8 Batur
Batipuh 10 Koto
Yang asal ialah Lima Kaum. Kemudian berkembang menjadi koto dan ada sembilan koto didalamnya. Yang dinamakan 12 koto ialah : Ngungun, Panti, Cubadak, Sipanjang, Pabalutan, Sawah Jauh, Rambatan, Padang Magek, Labuh, Parambahan, Tabek dan Sawah Tangah. Sembilan pula koto didalamnya yakni : Tabek Boto, Galogandang, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukit Gombak, Sungai Ameh, Tanjung Barulak dan Rajo Dani.
Yang masuk Sungai Tarab adalah : Koto Tuo, Pasir Laweh, Koto Panjang, Selo, Sumanik, Patih, Situmbuk, Gurun, Ampalu, Sijangat, Koto Badamping. Kemudian Sungai Tarab dinamai Sungai Tarab Delapan Batur (asalnya atur) yang berekor berkepala, yang berkopak berambai empat dikiri dan empat dikanan.
Tanjung Sungayang membuat pula dusun sekelilingnya : Andalas, Barulak, Talago, Sungai Patai, Sungayang, Sawah Liat, dan Koto Ranah.
Tanjung Sungayang dengan Nan Tujuh Koto dinamai Permata Diatas Emas. Negeri ini dinamai juga bertanjung yang tiga dan berluhak yang tiga. Tanjung yang tiga yaitu dikepalai Tanjung Alam, ditengah Sungayang dan diekornya Tanjung Talawi.
Yang dinamakan Batipuh 10 Koto ialah : Pariangan Padang Panjang, Jaho, Tambangan, Koto Lawas, Pandai Sikek, Sumpur, Malalo, Gunung dan Paninjauan.
Yang menjadi batas luhak Tanah Datar ialah dari mudik mulai Tarung-tarung (Solok) sampai ke hilirnya sehingga Talang Danto (Sijunjung).
2. Luhak Agam
Sifatnya : airnya keruh, ikannya liar dan buminya hangat Luhak Agam memakai adat Koto Piliang dan adat Bodi Caniago. Yang memegang adat Koto Piliang dahulu pemimpinnya Datuk Bandaro Panjang berkedudukan di Biaro. Adat Bodi Caniago dahulu pemimpinnya Datuk Bandaro Kuning tempatnya di Tabek Panjang, Baso.
Yang masuk adat Datuk Ketemanggungan adalah 16 koto terkandung didalamnya yaitu : Sianok, Koto Gadang, Guguk, Tabek Sarojo, Sarik, Sungai Puar, Batagak, Batu Palano, Lambah, Panampung, Biaro, Balai Gurah, Kamang Bukit, Salo, Magek.
Daerah itulah yang dinamakan Ampat Angkat atau empat-empat mereka sama-sama berangkat. Disana tidak ada penghulu yang bergelar pucuk.
Selain dari yang 16 koto itu semuanya beradat Bodi Caniago atau adat Datuk Perpatih nan Sebatang. Yang masuk daerah ini adalah : Kurai, Banuhampu, Lasi, Bukit Batabuh, Kubang Putih, Koto Gadang, Ujung Guguk, Candung, Koto Lawas, Tabek Panjang, Sungai Janiah, Cingkaring, Padang Luar dll. Semua kebesaran dinegeri ini memakai pucuk.
Adapun tapal batas luhak Agam ialah : dari Lada Sula (Koto Baru) sampai kehilirnya Dusun Tinggal (Titi Padang Tarab) tempat empangan air proyek PLTA Batang Agam pada zaman sekarang.
3. Luhak Lima Puluh Kota
Sifatnya : airnya manis sejuk, ikannya jinak dan buminya sejuk
Luhak Lima Puluh Kota terbagi atas 3 jenis daerah : Luhak, ranah dan kelarasan.
Yang dinamakan Luhak ialah pemerintahan laras nan buntar sehingga Simalanggang hilir terus ke Taram. Yang dinamakan ranah yakni pemerintahan Laras Batang Sinamar sehingga Simalanggang mudik dan kehilirnya ranah Tebing Tinggi dan kemudiknya Mungkar. Yang dinamakan laras ialah Laras nan Panjang hingga Taram Hilir kemudiknya Pauh Tinggi.
Yang masuk bagian luhak adalah: Suayan, Sungai Belantik, Sarik Lawas, Tambun Ijuk, Koto Tangah, Batu Hampar, Durian Gadang, Babai, Koto Tinggi, Air Tabit, Sungai Kemuyang Situjuh Bandar Dalam, Limbukan Padang Kerambil, Sicincin dan Aur Kuning, Tiakar, Payobasung, Mungo, Andalas, Taram, Bukit Limbuku, Batu Balang dan Koto nan Gadang.
Yang termasuk ranah ialah Ganting, Koto Lawas, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Talago, Balai Talang, Balai Kubang, Taeh Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuk Batangkap, Tarantang, Sarilamak, Harau, Solok Bio.-bio (Padang Lawas).
Yang dinamakan Laras adalah : Gadut Tebingtinggi, Sitanang Muaro Likin, Halaban dan Ampalu, Surau dan Labuh Gunung.
(Sumber : Minangkabau Tanah Pusaka – Tambo Minangkabau)
4. Sifat Pribadi Minang
Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang beradab.Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Suatu Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur. Suatu masyarakat yang aman dan damai dan selalu dalam lindungan Tuhan.Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak tertentu. Sifat-sifat yang ideal itu menurut adat Minang antaranya sebagai berikut :
a. Hiduik Baraka, baukue jo bajangka artinya hidup berpikir, berukur dan berjangka
Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.
Kelebihan manusia dari binatang adalah tiga alat vital yang mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga alat tersebut adalah otak, otot dan hati.
Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergi ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.
Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia antara lain akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut :
Dalam mulo akhie mambayang Dalam awal akhir terbayang
Dalam baiak kanalah buruak Dalam baik ingatlah buruk
Dalam galak tangieh kok tibo Dalam tawa tangis menghadang
Hati gadang hutang kok tumbuah Hati ria hutang tumbuh
Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu waspada.
Alun rabah lah ka ujuang Belum rebah sudah keujung
Alun pai lah babaliak Belum pergi sudah kembali
Alun di bali lah bajua Belum dibeli sudah dijual
Alun dimakan lah taraso Belum dimakan sudah terasa
Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya. Pendek kata dibuat rencana yang mantap dan terinci.
Dihawai sahabih raso Diraba sehabis rasa
Dikaruak sahabih gauang Dijarah sehabis lobang
Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah :
Mangaji dari alif Mengaji dari alif
Babilang dari aso Berhitung dari satu
Dalam melakukan sesuatu, haruslah mempunyai alasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan asal berbuat tanpa berpikir.
Mancancang balandasan Mencencang berlandasan
Malompek basitumpu Melompat bersitumpu
Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Salah satu kelemahan orang Minang adalah kebanyakan mereka menderita penyakit “Excessive Individualisme”, penyakit susah diatur, merasa lebih super dari orang lain, karenanya dihinggapi penyakit “pantang taimpik”.
Struktur organisasi dipenghujung abad ke XX ini, baik organisasi pemerintah, angkatan bersenjata, organisasi sosial, maupun organisasi perusahaan mempunyai struktur piramida, lancip ke atas.
Struktur organisasi yang semacam ini, memaksa orang-orang dalam formasi yang berlanggo-langgi, atau bertingkat-tingkat. Ada yang disebut bawahan dan ada atasan, ada yang memerintah dan ada pula yang harus menjalankan perintah. Orang Minang kebanyakan belum dapat menyesuaikan diri dengan pola kemasyarakatan yang baru ini. Apalagi bila dalam organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak”. Inilah agaknya salah satu sebab kenapa dipenghujung abad XX ini orang-orang Minang sudah jarang yang menonjol dipentas nasional. Kalau ada yang menonjol satu dua, maka yang duduk menjadi bawahannya, mungkin sekali bukan orang Minang. Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sbb :
Bajalan ba nan tuo Berjalan dengan yang tua
Balayie ba nakhodo Berlayar ber-nakhoda
Bakata ba nan pandai Berkata dengan yang pandai
Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita lebih memahami pola organisasi modern dibandingkan kita. Renungkanlah.
Masih bayak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita , tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.
Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut :
Nak kayo kuek mancari Ingin kaya, bekerja keraslah
Nak tuah bertabur urai Ingin tuah, bertabur hartalah
Nak mulie tapeki janji Ingin mulia, tepati janji
Nak namo tinggakan jaso Ingin nama, berjasalah
Nak pandai kuek baraja Ingin pandai, rajinlah belajar
Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan oang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut :
Elok dek awak Yang elok menurut kita
Katuju dek urang (Namun juga) disukai orang lain
Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.
Nenek moyang orang Minang, sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air sejak tahun 1950-an yang lalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :
Balabieh ancak-ancak Berlebihan berarti ria
Bakurang sio-sio Kalau kurang sia-sia
Diagak mangko diagieh Dihitung dulu baru dibagi
Dibaliek mangko dibalah Dibalik dulu baru dibelah
Bayang-bayang sepanjang badan Bayang-bayang sepanjang badan (Beban
jangan lebih dari kemampuan)
Nan babarieh nan dipahek Yang dibaris yang dipahat
Nan baukue nan dikabuang Yang diukur yang dipotong
Jalan nan luruih nan ditampuah Jalan lurus yang ditempuh
Labuah pasa nan dituruik Jalan yang lazim yang dituruti
Di garieh makanan pahat Digaris makanan pahat
Di aie lapehkan tubo Di air lepaskan racun
Tantang sakik lakek ubek Ditempat yang sakit diberi obat
Luruih manantang barieh adat Lurus menentang baris adat
b. Baso basi – malu jo sopan
Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.
Adat Minang menyebutkan sebagai berikut :
Nana kuriak iyolah kundi Yang burik ialah kundi
Nan merah iyolah sago Yang merah ialah sega
Nan baiak iyolah budi Yang baik ialah budi
Nan indah iyolah baso Yang indah ialah basa (basi)
Kuek rumah dek basandi Kuatnya rumah karena sendi
Rusak sandi rumah binaso Rusak sendi rumah binasa
Kuek bangso karano budi Kuatnya bangsa karena budi
Rusak budi bangso binaso Rusak budi bangsa binasa
Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.
Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:
Nan tuo dihormati Yang tua dihormati
Nan ketek disayangi Yang kecil disayangi
Samo gadang bawo bakawan Sama besar bawa berkawan
Ibu jo bapak diutamakan Ibu dan ayah diutamakan
Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :
Dek ribuik rabahlah padi Karena ribut rebahlah padi
Di cupak Datuak Tumangguang Di cupak Datuk Tumenggung
Hiduik kok tak babudi Hidup kalau tak berbudi
Duduak tagak kamari cangguang Duduk berdiri serba canggung
Rarak kaliki dek binalu Gugur pepaya karena benalu
Tumbuah sarumpun ditapi tabek Tumbuh serumpun di tepi tebat
Kalau habih raso jo malu Kalau habis rasa dan malu
Bak kayu lungga pangabek Bagaikan kayu longgar pengikat
Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah.
Pepatah menyebutkan sbb:
Pucuak pauah sadang tajelo Pucuk pauh sedang terjela
Panjuluak bungo linggundi Penjuluk bunga linggundi
Nak jauah silang sangketo Supaya jauh silang sengketa
Pahaluih baso jo basi Perhalus basa basi (budi pekerti)
Pulau pandan jauah ditangah Pulau pandan jauh di tengah
Dibaliak pulau angso duo Dibalik pulau angsa dua
Hancua badan di kanduang tanah Hancur badan dikandung tanah
Budi baiak takana juo Budi baik terkenang juga
Nak urang koto ilalang Anak orang koto Hilalang
Nak lalu ka pakan baso Mau lewat ke pekan Baso
Malu jo sopan kok lah ilang Malu dan sopan kalau sudah hilang
Habihlah raso jo pareso Habislah rasa dan periksa
c. Tenggang raso
Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat.
Pepatah memperingatkan sebagai berikut :
Bajalan paliharo kaki Berjalan pelihara kaki
Bakato paliharo lidah Berkata pelihara lidah
Kaki tataruang inai padahannyo Kaki tertarung inai imbuhannya
Lidah tataruang ameh padahannyo Lidah tertarung emas imbuhannya
Bajalan salngkah madok suruik Berjalan selangkah, lihat kebelakang
Kato sapatah dipikia an Kata sepatah dipikirkan
Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang
artinya :
Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain
Yang enak menurut kita, harus juga enak menurut orang
Kalau sakit bagi kita, sakit pula bagi orang
Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.
Pepatah menyebutkan sbb:
Malompek samo patah Melompat sama patah
Manyarunduak samo bungkuak Menyerunduk sama bungkuk
Tatungkuik samo makan tanah Tertelungkup sama makan tanah
Tatalantang samo minun aia Tertelantang sama minun air
Tarandam samo basah Terendam sama basah
Rasok aia pulang ka aia Resapan air kembali ke air
Rasok minyak pulang ka minyak Resapan minyak kembali ke minyak
Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.
Pepatah adat mengajarkan sbb:
Adat badunsanak, dunsanak patahankan
Adat bakampuang, kampuang patahankan
Adat banagari, nagari patahankan
Adat babangso, bangso patahankan
artinya :
Adat bersaudara, saudara dipertahankan
Adat berkampung, kampung dipertahankan
Adat bernegeri, negeri dipertahankan
Adat berbangsa, bangsa dipertahankan
Parang ba suku samo dilipek
Parang samun samo dihadapi
artinya
Perang antar suku sama disimpan
Perang terhadap penjahat sama dihadapi
Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya
lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar
nasionalismenya tidak perlu diragukan.Parang samun samo dihadapi
artinya
Perang antar suku sama disimpan
Perang terhadap penjahat sama dihadapi
e. Adil
Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”.
Adat Minang mengajarkan sbb :
Bakati samo barek Menimbang sama berat
Maukua samo panjang Mengukur sama panjang
Tibo dimato indak dipiciangkan Tiba dimata tidak ditutupkan
Tibo diparuik indak dikampihkan Tiba diperut tidak dikempiskan
Tibo didado indak dibusuangkan Tiba didada tidak dibusungkan
Mandapek samo balabo Mendapat sama beruntung
Kahilangan samo marugi Kehilangan sama merugi
Maukua samo panjang Mengukur sama panjang
Mambilai samo laweh Menyambung sama luas
Baragiah samo banyak Berbagi sama banyak
Gadang kayu gadang bahannyo Besar kayu besar bahannya (iuran)
Ketek kayu ketek bahannyo Kecil kayu kecil bahannya (andilnya)
Nan ado samo dimakan Yang ada sama dimakan
Nan indak samo dicari Yang tidak ada, sama dicari
Hati gajah samo dilapah Hati gajah sama disuap
Hati tungau samo dicacah Hati kuman sama dicicip (dicercah)
Gadang agiah baumpuak Yang besar dibagi beronggok
Ketek agiah bacacah Yang kecil dibagi secercah
(Kata-kata “dimata,diperut, didada dalam hal ini artinya bila masalah itu menyangkut dunsanak kita sendiri).
f. Hemat Cermat
Pepatah adat menyebutkan sbb:
Manusia
Nan buto pahambuih saluang Yang buta peniup lesung
Nan pakak palapeh badia Yang tuli pelepas bedil
Nan patah pangajuik ayam Yang patah pengusir ayam
Nan lumpuah paunyi rumah Yang lumpuh penunggu rumah
Nan binguang kadisuruah-suruah Yang dungu untuk suruh-suruhan
Nan buruak palawan karajo Yang jelek penantang kerja
Nan kuek paangkuik baban Yang kuat pengangkut beban
Nan tinggi jadi panjuluak Yang tinggi jadi galah
Nan randah panyaruduak Yang pendek penyeruduk
Nan pandai tampek batanyo Yang pandai tempat bertanya
Nan cadiak bakeh baiyo Yang cerdik tempat berunding
Nan kayo tampek batenggang Yang kaya tempat minta tolong
Nan rancak palawan dunia Yang cantik pelawan dunia
Tanah
Nan lereng tanami padi Yang lereng tanami padiNan tunggang tanami bamboo Yang tunggang tanami bambu
Nan gurun jadikan parak Yang gurun jadikan kebun
Nan bancah jadikan sawah Yang basah jadikan sawah
Nan padek ka parumahan Yang padat untuk perumahan
Nan munggu jadikan pandam Yang ketinggian jadikan kuburan
Nan gauang ka tabek ikan Yang berlubuk jadikan tambak ikan
Nan padang tampek gubalo Yang padat tempat gembala
Nan lacah kubangan kabau Yang berlumpur kubangan kerbau
Nan rawan ranangan itiak Yang berawa renangan itik
Kayu
Nan kuek ka tunggak tuo Yang kuat untuk tiang utamaNan luruih ka rasuak paran Yang lurus untuk sudut paran
Nan lantiak ka bubungan Yang lentik untuk bubungan
Nan bungkuak ka tangkai bajak Yang bungkuk untuk tangkai bajak
Nan ketek ka tangkai sapu Yang kecil untuk tangkai sapu
Nan satampok ka papan tuai Yang setapak tangan untuk ani-ani
Rantiangnyo ka pasak suntiang Rantingnya untuk pasak sunting
Abunyo pamupuak padi Abunya pemupuk padi
Bambu
Nan panjang ka pambuluah Yang panjang untuk pembuluh (saluran)Nan pendek ka parian Yang pendek untuk perian (tempat air)
Nan rabuang ka panggulai Yang rebung untuk penggulai (digulai)
Sagu
Sagunyo ka baka huma Sagunya untuk bekal ke dangauRuyuangnyo ka tangkai bajak Ruyungnya ke tangkai bajak
Ijuaknyo ka atok rumah Ijuknya untuk atap rumah
Pucuaknyo ka daun paisok Pucuknya untuk daun rokok
Lidinyo ka jadi sapu Lidinya untuk sapu
g. Waspada
Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sbb :
Maminteh sabalun anyuik Memintas sebelum hanyut
Malantai sabalun lapuak Dibuat lantai baru sebelum lapuk
Ingek-ingek sabalun kanai Siaga sebelum kena (bahaya)
Sio-sio nagari alah Sia-sia negeri akan kalah
Sio-sio utang tumbuah Sia-sia hutang timbul
Siang dicaliak-caliak Siang dilihat-lihat (waspada)
Malam didanga-danga Malam didengar-dengar
h. Berani karena benar
Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amal makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.
Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.
Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sbb :
Kok dianjak urang pasupadan Kalau dipindahkan orang pematang
Kok dialiah urang kato pusako Kalau dirubah orang Adat Miang
Kok dirubah urang Kato Daulu Kalu dirubah orang Kato Dahulu
Jan cameh nyawo malayang Jangan cemas jiwa melayang
Jan takuik darah taserak Jangan takut darah menyembur
Asalkan lai dalam kabanaran Asalkan masih dalam kebenaran
Basilang tombak dalam perang Bersilang tombak dalam perang
Sabalun aja bapantang mati Sebelum ajal berpantang mati
Baribu sabab mandating Beribu sebab yang dating
Namun mati hanyo sakali Namun mati hanya sekali
Aso hilang duo tabilang Esa hilang dua terbilang
Bapantang suruik di jalan Berpantang mundur di jalan
Asa lai angok-angok ikan Asal masih nafas-nafasan ikan
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang Asal masih jiwa-jiwanya capung
Namun nan bana disabuik juo Namun yang benar disebut juga
Sekali kato rang lalu Sekali orang berbicara lancing
Anggap angin lalu sajo Anggaplah angin lalu saja
Duo kali kato rang lalu Dua kali orang berbicara lancing
Anggap garah samo gadang Anggaplah lelucon sesama temen
Tigo kali kato rang lalu Tiga kali orang berbicara lancing
Jan takuik darah taserak Jangan takut darah tersembur
i. Arif bijaksana, tanggap dan sabar
Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.
Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut :
Tahu dikilek baliuang nan ka kaki Tahu dengan kilat beliung kekaki
Kilek camin nan ka muka Kilat cermin yang ke muka
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan Tahu dengan mendung dihulu tandakan
hujan
Cewang di langik tando ka paneh Mega dilangit tandakan panas
Ingek di rantiang ka mancucuak Ingat ranting yang akan menusuk
Tahu didahan ka maimpok Tahu dahan yang akan menimpa
Tahu diunak kamanyangkuik Tahu duri yang akan mengait
Pandai maminteh sabalun anyuik Pandai memintas sebelum hanyut
Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sbb:
Gunuang biaso timbunan kabuki Gunung biasa timbunan kabut
Lurah biaso timbunan aia Lurah biasa timbunan air
Lakuak biaso timbunan sampah Lekuk biasa timbunan sampah
Lauik biaso timbunan ombak Laut biasa timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo Yang hitam tahan tempa (pukul)
Nan putiah tahan sasah Yang putih tahan cuci
Di sasah bahabih aia Dicuci berhabis air
Dikikih bahabih basi Dikikir berhabis besi
j. Rajin
Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini :
Kok duduak marawuik ranjau Kalau duduk meraut ranjau (jebakan)
Tagak maninjau jarah Berdiri mengintai mangsa (berburu)
Nan kayo kuek mancari Ingin kaya ulet mencari (uang)
Nan pandai kuek baraja Ingin pandai rajin belajar
k. Rendah hati
Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas.Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?
Adat Minang memberi pedoman sbb:
Kok manyauak di hilie-hilie Kalau menimba (air) di hilir-hilir
Kok mangecek dibawah-bawah Kalau bicara bersahaja
Tibo dikandang kambiang mangembek Tiba dikandang kambing mengembek
Tibo dikandang kabau manguak Tiba dikandang kabau menguak
Dimano langik dijunjuang Dimana langit dijunjung
Disinan bumi dipijak Disana bumi dipijak
Disitu rantiang di patah Disitu ranting di patah
Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri. Baris pertama diatas tidak berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang. Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.
Sumber : palantaminang.wordpress.com
Sumber : Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Dasar Pokok Adat Minangkabau
Ditulis oleh Ferry Setia Budi
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://batang-agam.blogspot.com/2012/09/dasar-pokok-adat-minangkabau.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Ferry Setia Budi
Rating Blog 5 dari 5
2 comments:
Tarimo kasih banyak dunsanak sa adaik sa nagari alah mambagi ilmu ka kami nan di rantau, untusk padoman hiduik nan di muko,,,
Tarimo kasih banyak dunsanak sa adaik sa nagari alah mambagi ilmu ka kami nan di rantau, untusk padoman hiduik nan di muko,,,
Post a Comment